Manajemen inklusi
Nama : Dede Nuranisa
Nim : 208620600067
Saya mengutip dari jurnal yaitu Manajemen Pembelajaran Siswa Inklusi di SDIT Wirausaha Indonesia
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “Suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan stuasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah”.
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Wirausaha Indonesia Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi selama 2 bulan terhitung dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 28 Februari 2018. Subyek penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu dari peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat (Setyosari, 2012), “sampel purposif (purposive sampling) diambil oleh peneliti apabila memiliki alasan-alasan khusus berkenaan dengan sampel yang akan diambil”.
Subyek penelitian ini meliputi: 1 orang Kepala Sekolah, 1 orang Guru Kelas, 1 Guru Pendamping Khusus dan 3 Orang Tua Murid. Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian bertitik tolak dari pendapat (Satori & Aan, 2010), yakni “pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menggunakan teknik observasi, wawancara dan kajian dokumentasi”. Setelah data terkumpul kemudian peneliti menganalisisnya secara kualitatif.Pendidikan Inklusi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah bersama dengan guru-guru menyusun pogram pendidikan inklusi, dimana semua perencanaan telah tersusun di dalam program. “Perencanaan merupakan penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan, program, metode, anggaran dan sebagainya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan” (Usman Husaini, 2007).
Langkah awal yang dilakukan oleh Kepala SDIT Wirausaha Indonesia adalah memberikan pelatihan kepada Guru Kelas dan Guru Pendamping yang akan menangani siswa inklusi dengan cara mendatangkan tenaga ahli inklusi. Penyelenggaraan pendidikan inklusi ini tentu saja akan mengarah kepada usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu Kepala SDIT Wirausaha Indonesia secara periodik melakukan supervisi atas pelaksanaan pendidikan atas anak inklusi. Hal ini senada dengan pendapat (Makawimbang, 2011): Supervisi adalah suatu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual, maupun secara kolektif agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstimulir dan membimbing pertumbuhan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi Modern. Supervisi dilakukan dalam rangka evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan dan dari hasil evaluasi ini akan didapatkan kelemahan atau kekuatan dari program pendidikan inklusi yang telah dilaksanakan di SDIT Wirausaha Indonesia.
2. Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan pelaksana-an manajemen SDIT Wirausaha Indonesia dalam bidang:
a. Kurikulum
Guru mata pelajaran telah memodifi-kasikan kurikulum sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena keragaman hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang cukup berat, maka dalam implementasinya, kurikulum regular perlu dilakukan penyelarasan atau modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jadi kurikulum yang digunakan pada kelas inklusi adalah sama dengan kurikulum reguler.
b. Jam Pelajaran
Ada perbedaan jam belajar antara siswa umum dengan siswa inklusi. Untuk siswa umum jam pelajaran dimulai pada pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 14.00 / 15.00. Sedangkan untuk siswa inklusi jam belajarnya pukul 07.00 sampai dengan pukul 11.00.
c. Peserta Didik
Siswa inklusi pada tahun ajaran 2012/2013 sampai dengan sekarang di SDIT Wirausaha Indonesia berjumlah 7 siswa. Dalam hal sistem penerimaan siswa inklusi (Imron, 2012), “Sistem promosi adalah penerimaan peserta didik, yang sebelumnya tanpa menggunakan seleksi”. Adapun sistem penerimaan peserta didik di sekolah ini dilakukan sebagaimana umumnya sekolah menerima peserta didik baru, yaitu dengan memasang berbagai alat promosi sekolah untuk menjaring peserta didik. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Nur Komariah selaku Kepala SDIT Wirausaha Indonesia. Proses asasmen tetap diberlakukan untuk calon siswa inklusi sebelum diterima di sekolah ini. Termasuk di dalamnya ada kesepakatan khusus antara pihak sekolah dengan orang tua. Yang terpenting adalah pengakuan dan kesadaran dari orang tua bahwa anaknya merupakan termasuk kategori anak berkebutuhan khusus atau anak inklusi. Hal ini penting mengingat tidak semua orang tua mau mengakui bahwa anaknya termasuk anak inklusi. Kesepakatan ini menjadi penting artinya, dalam rangka menyelaraskan kesepa-haman mengenai sistem pendidikan untuk siswa inklusi.
d.Hubungan Sosial Kemasyarakatan
Menurut pengamatan peneliti selama 2 bulan di SDIT Wirausaha Indonesia, ikatan sosial baik antara siswa maupun antara orang tua murid sangat tinggi. Hal ini misalnya terlihat pada saat jam pulang sekolah, dimana siswa umum membantu secara bergantian menuntun siswa inklusi untuk diantarkan ke depan gerbang sekolah untuk ketemu dengan orang tuanya yang sudah siap menjemputnya. Hal ini dilakukan setiap hari. Siswa umum juga terlihat perhatian dan tidak melakukan bully atas siswa inklusi.
Sumber : Jurnal -Cakrawala Humaniora (Manajemen Pembelajaran Siswa Inklusi di SDIT Wirausaha Indonesia ) September 2018
Komentar
Posting Komentar